DREAMGEDE Wisata Jogja memperkenalkan hal yang unik ada di Yogyakarta memiliki paket wisata yang lengkap, salah satunya adalah Wisata Candi. Keberadaan banyak situs Candi di Yogyakarta membuat Jogja semakin kukuh sebagai salah satu Tempat Wisata Pendidikan dan Budaya. Apalagi nuansa bersahabat kota Jogja, membuat siapapun ingin kembali berkunjung. Yuk kita tengok satu per satu Candi di Jogja.
Karena alasan privasi atau mau hal yang lain, DREAMGEDE Wisata Jogja mengajak anda mengunjungi tempat wisata Candi - candi yang tidak terlalu banyak dikunjungi orang. Hal ini untuk rasa ingin tahu, Privasi, Foto2 Sekedar selfie sampai untuk Ziarah Agama Hindu dan Budha Di Jogja. Kita tahu ada Candi Prambanan yang menjadi salah satu destinasi wisata unggulan
Nah, karena Candi Prambanan termasuk salah satu tempat wisata mainstream di Jogja, ada beberapa orang yang tidak mau untuk mengunjunginya meski sejatinya candi ini memiliki sejuta pesona yang menawan. Tak apa, setiap orang punya pilihannya masing-masing terkait tempat wisata yang ingin dikunjungi
Jika kamu ingin tetap mengunjungi candi ketika sedang di Jogja namun cukup malas dan mahal untuk ke Prambanan, masih banyak candi lain yang sebenarnya bisa kamu kunjungi. Kebetulan, hampir semua candi yang ada di Jogja berada di Kabupaten Sleman yang lokasinya tidak terlalu berjauhan. Paling jauh hanya sekitar 4 - 6 km antara candi yang satu dengan yang lain. Info Wisata WA 081904169982 / BBM 5513A5A6
Berikut ini adalah candi - candi yang bisa kamu kunjungi di Jogja, selain Candi Prambanan dan Ratu Boko yang juga tidak kalah menarik. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2017/06/wisata-pantai-selatan-yogyakarta-paket.html
Candi Klodangan berada di Dusun Klodangan, Sendangtirto, Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini ditemukan pada tanggal 3 Juni 1998. Temuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan ekskavasi dan penyelamatan. Bangunan Candi Klodangan terbuat dari batu putih dengan denah 7,5 x 7,5 m, berada pada kedalaman 120 cm di bawah permukaan tanah. Candi ini diperkirakan berasal dari abad IX - X M, yang telah ditinggalkan pendukungnya sebelum selesai dibangun.
Arah hadap candi juga belum diketahui. Demikian pula sifat atau aliran dari candi ini. Tidak ada relief yang ditemukan menjadikannya sulit untuk diidentifikasi. Batuan yang berhasil ditemukan sebagian memang menampakkan bentuk tertentu yang tampaknya merupakan bagian struktur dari sistem penguncian (penyambungan) antarbatu.
Sebagian besar jenis batuan yang ada di situs Candi Klodangan merupakan batu putih. Batuan yang umum ditemukan berukuran panjang sekitar 50 cm, lebar 30 cm, dan tebal 20 cm. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2017/02/paket-wisata-jogja-wisata-alam-di-jogja.html
Usia candi ini tidak diketahui secara pasti karena memang minimnya informasi yang dapat digali dari situs ini. Candi Klodangan ditemukan karena ketidaksengajaan. Candi ditemukan oleh penduduk setempat yang waktu itu tengah menggali tanah sawah untuk dibuat batu bata. Dinamakan Candi Klodangan karena ditemukan di Dusun Klodangan.
Penamaan ini dilakukan untuk mempermudah identifikasi sebelum keterangan yang lebih lengkap dan akurat mengenai candi ini dapat ditemukan.
SITUS WATU GUDIG
Terletak di Dusun Jobohan, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sekitar 4 km sebelah barat daya Candi Prambanan Tepatnya di pinggir sebelah timur sungai Opak atau sebelah barat jalan raya Prambanan dengan Piyungan (sebelah timur kota Yogyakarta).
Nama Watu Gudig adalah nama yang diberikan oleh penduduk setempat karena batu-batu candi (umpak batu) ditumbuhi lumut dan warnanya berbintik-bintik seperti penyakit kulit (gudig).sehingga populer dengan sebutan Watugudig. Pada penggalian yang pernah dilakukan oleh dinas purbakala DI Yogyakarta, telah ditemukan pula temuan-temuan lepas diantaranya batu candi berbentuk padma, umpak, antefiks (simbar), fragmen gerabah, tulang keramik dan kereweng.
Selain itu ada pula temuan berupa arca budha yang telah diselamatkan ke kantor arkeologi DIY. Dikompleks situs ini juga pernah ditemukan drum, dongkrak, botol dan sebagainya. Berdasarkan temuan terakhir ini diambil kesimpulan bahwa situs watugudig telah teraduk atau dengan kata lain pernah di gali oleh pihak-pihak lain sebelumnya.
Yang tersisa di situs ini adalah sejumlah batu-batu bulat, besar, yang tersebar hampir dimana-mana. Bebatuan ini memiliki diameter terbesar 75 cm sedangkan yang terkecil berukuran 53 cm.
Situs Watu Gudig ini dibangun pada sekitar abad ke-9, Kemungkinan besar tempat ini adalah merupakan pendopo dengan pilar dan atap yang terbuat dari kayu yang sekarang sudah musnah. Menurut cerita yang berkembang, tempat ini dulunya merupakan sebuah pendopo besar yang konon sering digunakan oleh Prabu Ratu Boko sebagai tempat peristirahatan.
CANDI BANYUNIBO
Ya, DREAMGEDE Wisata Jogja mengajak ke Candi yang mempesona dengan sebuah kesepian yang terasa menggigit, hanya ditemani semilir angin, penduduk dusun pun hanya lewat sekali-sekali. Apa rasanya mengunjungi sebuah Candi mungil yang berdiri menyendiri di tengah rimbunnya tebu dan persawahan serta perkebunan, tanpa banyak pengunjung lain? Itulah suasana Candi Banyunibo, sebuah candi Budha yang beratapkan stupa yang merupakan ciri khas Buddha dan dibangun sekitar abad ke-IX pada zaman kerajaan Mataran Kuno, yang berada tidak jauh dari kompleks Candi Ratu Boko. di dataran rendah di Desa Cepit, Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Lokasinya memang menyendiri, cenderung eksklusif, tersembunyi di daerah pertanian di balik rumpun tebu atau pohon-pohon pisang dengan latar belakang perbukitan Gunung Kidul di kejauhan arah selatan. Tapi pemandangan sepanjang perjalanan menuju area Candi memang sangat memanjakan mata. Jika tepat waktunya, sawah terbentang di kanan kiri dengan tanaman padi dan sayuran yang menghijau ditambah latar belakang bukit yang mempesona, apalagi datang kala mentari sore bersinar yang sudah tidak terlalu terik dan kering. Luar biasa. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2016/03/paket-wisata-asik-di-yogyakarta.html
Lokasi Candi Banyunibo
Untuk mencapai Candi Banyunibo tidak sulit. Ikuti saja rambu petunjuk jalan menuju Kompleks Candi Ratu Boko dari arah persimpangan Prambanan ke selatan menuju Wonosari karena Candi Banyunibo berdekatan dengan Candi Ratu Boko. Ikuti terus petunjuk ke Candi Ratu Boko hingga memasuki jalan yang lebih kecil dan meninggalkan jalan raya yang menuju Wonosari tadi.
Tidak lama kemudian, akan sampai pada sebuah simpang empat dengan petunjuk yang besar dan jelas, belok kiri menuju Candi Ratu Boko, belok kanan menuju Candi Ijo, dan apabila lurus menuju Candi Banyunibo. Dengan mengambil jalan yang lurus dari simpang empat tadi, setelah tidak jauh menyusuri jalan dengan kondisi aspal yang telah terkelupas dengan lubang disana sini, di arah tenggara sudah terlihat atap Candi Banyunibo. Ikuti jalan dan sebelum mencapai jembatan kecil, di sebelah kanan ada jalan tanah kecil untuk satu jalur kendaraan mobil. Belok ke kanan, dan setelah sekitar 50 meter sampailah di Candi Banyunibo.
Area panahan untuk pemula dan standar kejuaraan
Banyunibo sendiri berasal dari kata bahasa Jawa “banyu tibo” yang bermakna air (“banyu”) dan jatuh atau menetes (“tibo”).Tidak jelas asal muasal kebenaran asal air menetes tersebut, kecuali mungkin sebelumnya daerah tersebut merupakan sumber air menetes mengingat daerah tersebut termasuk daerah gersang.
Sesampainya di gerbang kompleks candi, pintu pagar yang terbuka langsung mengarahkan pengunjung ke Candi tanpa melewati tempat pembelian tiket yang berada di bangunan sementara di sebelah kiri gerbang, dengan seorang penjaga di dalamnya. Candi Banyunibo ini masih mempesona dengan kokoh dan banyak relief-relief yang masih utuh. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2015/09/servis-murah-ac-panggilan-semarang.html
Menurut sejarahnya, Candi yang cantik ini ditemukan dalam keadaan runtuh dan mulai diteliti dan diekskavasi sekitar tahun 1940. Secara keseluruhan susunan bangunan Candi Banyunibo hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun dari bagian-bagian yang sudah berhasil dibangun kembali dapat diketahui bahwa Candi Banyunibo terdiri atas satu candi induk yang menghadap ke Barat dan dikelilingi oleh enam Candi Perwara (candi pengiring) berbentuk stupa yang dibangun tiga berderet di sebelah selatan dan tiga berderet di sebelah timur dari Candi Induk. Sayang sekali keseluruhan Candi Perwara ini hampir rata dengan tanah, sedikit reruntuhannya yang meninggalkan fondasi masing-masing berukuran hampir sama, yaitu berdiameter sekitar 5 meter.
Ukuran Candi induk Banyunibo sendiri tidak terlalu besar, sekitar 15 x 14 meter dengan tinggi 14 meter dan memiliki bilik (ruangan) candi. Tidak seperti bilik Candi lainnya di Indonesia, di dalam bilik candi Banyunibo tidak terdapat arca satu pun alias kosong. Ada kemungkinan arca Buddha di dalamnya telah diselamatkan oleh pihak BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala), sebuah unit pelaksana teknis dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia.
Dan seperti kebanyakan Candi di Jawa Tengah, Candi Banyunibo ini pun juga menghadap barat, dapat dilihat dari kaki Candi sisi sebelah Barat yang menyediakan tangga masuk dilanjutkan dengan pintu bilik di tubuh candi. Tubuh candi berukuran lebih sempit dari pada kakinya, sehingga di sekeliling tubuh terbentuk selasar yang bisa digunakan untuk mengelilingi Candi. info WA 081904169982 / SMS 08156504380
Menikmati Candi dari pelataran bawah, terlihat bahwa kaki candi memiliki ketinggian sekitar 2,5 meter diatas tanah dan dibangun di atas lantai batu. Di setiap sudut kaki candi dan bagian tengah sisi kaki candi, kecuali sebelah barat yang bertangga masuk, memiliki Jaladwara. Jaladwara adalah hiasan atau ornamen yang berfungsi sebagai saluran air tatkala hujan dan dipasang dilantai atas kaki candi. Selain itu terdapat hiasan berupa tumbuh-tumbuhan yang keluar dari pot bunga pada kaki candi dan pada bingkai atasnya terdapat hiasan antefix serta hiasan berupa makara pada sayap tangga. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2015/05/pusat-persewaan-penataan-panggung-untuk.html
Kemudian apabila melihat ke arah utara bangunan candi induk, terdapat tembok batu yang membujur arah barat timur sepanjang sekitar 65 meter yang diperkirakan sebagai pembatas kompleks Candi. Selain itu, salah satu yang menarik di Candi Banyunibo adalah pintu bilik yang dibuat lebih maju ke depan sehingga memiliki atap tersendiri. Di bagian atas dari pintu bilik terdapat hiasan Kala Makara.
Melewati pintu bilik candi, akan sampai pada bilik (ruang dalam) yang berukuran 10×10 meter dan memiliki delapan buah jendela. Di dalamnya juga terdapat relung sejumlah tiga buah berbentuk tapal kuda. Pada bingkai relung terdapat hiasan pohon bodhi sebagai latar belakang relung.
Di dinding terdapat relief seorang wanita yang dikelilingi sekumpulan anak-anak, sedangkan relief di sisi lainnya menggambarkan seorang laki-laki dalam posisi duduk. Kedua relief tersebut menggambarkan Hariti, Dewi Kesuburan dalam agama Buddha dan suaminya, Vaisaravana. Konon, Hariti yang merupakan seorang makhluk surgawi pembawa kemakmuran dan kesuburan itu, sebelum masuk surga berwujud sebagai raksasa. Ada pula yang mengatakan relief laki-laki yang berada di dinding sebenarnya adalah Dewa Kurawa, yaitu Dewa Kekayaan.
Apabila mengelilingi Candi melalui selasar maka dapat dilihat pada dinding bilik sisi utara, timur, dan selatan terdapat relung-relung yang menonjol dan berbingkai dengan hiasan bebentuk kala-makara untuk menempatkan arca.
Pada bagian atap candi Banyunibo tidak banyak ornamen. Hanya tampak di bagian bawah dari atap candi berbentuk daun bunga padma dan diatas hiasan bunga padma ini terdapat punak atap yang berbentuk stupa, yang menjadikan ciri khas agama Buddha.
Secara keseluruhan Candi Banyunibo termasuk bangunan suci Buddha yang cukup kaya akan ornament (hiasan). Walaupun ornament sering ditemukan sama antara bagian yang satu dengan yang lainnya, hiasan-hiasan yang terdapat pada Candi ini termasuk luar biasa bagusnya.
Namun tahukah bahwa arah Candi mengandung nilai filosofis yang tinggi?
Arah Candi yang biasanya menghadap ke Timur atau Barat sebenarnya sesuai penggambaran siklus hidup manusia dari lahir hingga kematiannya, seperti juga matahari yang terbit di Timur dan tenggelam di Barat, juga bila disesuaikan dengan kepercayaan saat itu, arah Barat ataupun Timur menunjukkan penghormatan kepada dewa-dewa yang berurusan dengan penciptaan dan kematian.
Hingga kini, Candi Banyunibo masih tetap dihormati sebagai bangunan suci oleh pemeluk Buddha dan kadang masih digunakan sebagai tempat untuk melakukan puja bakti lengkap dengan meditasi dan pradaksina. Salah satu bentuk sikap penghormatan terhadap bangunan suci, pemeluk agama Buddha masih melepas alas kaki untuk melakukan puja bakti saat memasuki Candi. Sebuah sikap yang seharusnya disadari oleh seluruh pengunjung untuk tetap menghormati bangunan Candi. Tidak seperti sikap dari sekelompok remaja lokal, yang mungkin tidak tahu atau tidak peduli, menggunakan situasi Candi yang sepi sebagai tempat pacaran.
Candi Banyunibo tetap berdiri anggun di antara hijaunya sawah dan rimbunnya pepohonan dengan sekali-sekali diiringi oleh desiran angin, menjadikan Candi Banyunibo memiliki nilai pesona tersendiri. Sebuah keanggunan bangunan sejarah berselimut sepi yang menyimpan kehebatan masa lalu. Magis dan eksotis rasanya.
Matahari belum tenggelam saat itu, udara pun terasa tidak panas. Melihat kenyataan Candi Banyunibo adalah Candi Buddha dan tak jauh dari situ terdapat kompleks Candi Hindu menyadarkan bahwa kehidupan harmonis telah tercipta sejak jaman dahulu di antara pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda. Mengingat kondisi yang sering terjadi belakangan ini di Indonesia, mau tidak mau terbentuk pemikiran apakah kehidupan harmonis seperti itu masih bisa dirasakan sekarang?
CANDI DAWANGSARI
Situs Dawangsari, Secara administratif situs ini berlokasi di dusun Dawangsari, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Situs ini berada di ketinggian 180 mdpl. Situs Candi Dawangsari terletak pada bentuk topografi dataran tinggi (perbukitan) dan berada satu kompleks dengan situs Candi Barong, yaitu berada di sebelah utaranya.
Dilihat dari bentuk dasarnya yang menyerupai stupa (meski masih berupa kumpulan lepas), situs Dawangsari ini merupakan bangunan peninggalan yang bernafaskan agama Budha. Berdasarkan pendapat itulah, situs ini juga kerap disebut Stupa Dawangsari.
Situs Stupa Dawangsari pertama kali disebut di dalam ROD tahun 1915, menyebutkan tidak jauh dari situs (Candi Barong), sekitar 200 m di sebelah timur laut, baru-baru ini telah ditemukan pula sebuah bangunan dari batu andesit berbentuk stupa. Ukuran diameternya lebih kurang sama dengan stupa Borobudur. Situs bangunan bersifat agama Buda ini bernama Stupa Candi Dawangsari. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2014/12/wisata-petualangan-yogyakarta-jogja.html
Pemetaan lengkap pada Situs ini dilakukan BPCB Yogyakarta (pada waktu itu masih bernama Suaka Peninggalan Purbakala) pada 1986 / 1987. Penelitian arkeologis di situs Stupa Candi Dawangsari secara intensif mulai berlangsung pada tahun 1987 sampai dengan 1988 / 1989. Sasaran dari prapemugaran tahun 1987 adalah difokuskan pada pendataan situs dan pencarian batu serta pengelompokan batu. Sedangkan kegiatan penelitian tahun 1988/1989 adalah pengumpulan data bangunan yang masih terpendam atau dilakukan ekskavasi. Hasil dari ekskavasi tersebut adalah penampakan struktur bangunan bagian atas (atap) sampai dengan struktur bangunan bagian batur candi, serta penyusunan percobaan batu bagian kaki batur sisi timur. Sementara antara tahun 1989 sampai 2000 terjadi kevakuman. Hal ini dikarenakan fokus kegiatan dikonsentrasikan pada pemugaran Candi Barong.
Kegiatan ekskavasi baru dilakukan kembali pada tahun 2001. Hasil ekskavasi tersebut adalah temuan adanya bangunan stupa lain serta dugaan masih adanya bangunan lain yang masih terpendam.
Ekskavasi selanjutnya dilakukan pada tahun 2009. Ekskavasi ini dilakukan di lahan sekitar Stupa Dawangsari. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka, persiapan pemindahan jalan. Pemindahan ini dilakukan karena jalan yang ada waktu itu melewati (menerjang situs) juga berada di atas pagar Candi Barong sehingga pemugaran pagar Timur Candi Barong belum seratus persen.
Karena kegiatan ini dimaksudkan untuk pemindahan jalan. Sehingga sebisa mungkin dipilih lahan yang bebas dari data – data arkeologi. Dari hasil ekskavasi secara keseluruhan tidak ditemukan data – data teknis arkeologis. Oleh karena itu selanjutnya dapat dilaksanakan program berikutnya yaitu pemindahan jalan dengan membebaskan tanah milik warga seluas 1400 m2.
Pada tahun 2014, BPCB Yogyakarta melakukan studi kelayakan terhadap Stupa Dawangsari. Hasil dari studi kelayakan ini adalah hasil ekskavasi menunjukkan secara keseluruhan telah ditemukan beberapa data arkeologi yang dapat mendukung penentuan ukuran maupun denah stupa, volume batu yang menyusun bangunan stupa dan tingkat kerusakan bangunan. Data yang belum dapat diungkap adalah struktur tangga masuk. Analisis yang dapat dilakukan untuk mengungkap keberadaan tangga pada bangunan Stupa Dawangsari dilakukan dengan membandingkan keberadaan tangga yang ditemukan pada bangunan serupa yaitu Stupa Sumberwatu. Stupa Dawangsari sudah menjalani studi teknis. Semoga candi ini bisa segera dipugar.
Bentuk aslinya diperkirakan seperti stupa. Jika benar demikian, maka situs ini adalah peninggalan pengikut agama Budha. Sayangnya, situs ini tak terawat dengan baik. Saat ini bentuknya seperti batu berserakan di tengah hutan bambu di kawasan pemukiman warga dusun Candisari. Info wisata WA 081904169982 / SMS 08156504380
Semoga situs dan stupa Candi Dawangsari bisa tertata baik lagi sehingga wisatawan banyak berkunjung kesini
Candi Barong merupakan candi Hindu yang terletak di selatan Candi Prambanan, berlokasi di ketinggian bukit Dusun Candisari. Candi ini diperkirakan dibangun pada sekitar abad ke-9 dan ke-10, sebagai peninggalan Kerajaan Medang periode Mataram. Candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu dan istrinya Laksmi yang juga dikenal sebagai Dewi Sri (Dewi kemakmuran pertanian). Orang-orang di sekitarnya menyembah mereka dengan harapan bahwa tanah mereka akan lebih subur.
Dari Jogja, untuk mencapai candi ini, ada dua rute yang bisa kita tempuh.
Rute pertama adalah melalui Jalan Solo sampai tiba di Prambanan. Tepat di kanan tugu perbatasan Yogyakarta - Jawa Tengah ada sebuah jalan yang akan membawa kita menyeberangi rel kereta, melewati SMPN 2 Pereng, dan menanjak bukit. Di bukit tersebut ada beberapa papan petunjuk yang memberi arah ke Candi Barong. Rute ini terlalu “nyaman” menurutku. Oleh karenanya, kami putuskan untuk mengambil rute kedua.
Rute kedua adalah dari pertigaan Prambanan, ambil jalur ke selatan, ke arah situs Istana Ratu Boko. Kemudian akan ada papan petunjuk ke arah Candi Banyunibo. Jika ke Candi Banyunibo belok ke kanan (selatan), untuk ke Candi Barong kita mengambil jalan lurus kemudian belok ke kiri. Letak Candi Barong ada di sebelah timur Candi Banyunibo tapi berada di atas bukit.
Sesampai di atas, terlihat di hadapan kami kawasan candi yang terawat dengan baik. Candi ini tersusun atas 3 tingkat. Tingkat pertama merupakan dasar dari seluruh bangunan candi berupa tanah datar. Tingkat kedua berupa pelataran yang ditengarai dulu berdiri bangunan yang menggunakan unsur kayu selain unsur batu. Tingkat ketiga ini adalah tingkat paling suci, terdapat 2 buah candi utama dan sebuah gerbang. Untuk menuju ke sana, kita harus melalui 3 tangga yang berada di bagian barat. Kompleks candi berada di atas fondasi batu berbentuk talud yang membentuk pelataran.
SEJARAH CANDI BARONG
Candi Barong , salah satu candi unik yang terdapat di wilayah selatan Candi Prambanan, tepatnya di perbukitan Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman.
Berbeda dengan candi Hindu lainnya yang menjadi tempat pemujaan Dewa Siwa (dewa perusak), Candi Barong merupakan kompleks peribadatan untuk memuja Dewa Wisnu dan istrinya, Dewi Laksmi atau yang terkenal dengan nama Dewi Sri (dewi kesuburan bagi pertanian). Pemujaan terhadap Dewa Wisnu dan Dewi Sri ini, menurut Dra. Andi Riana (Kepala Unit Candi Barong) kemungkinan disebabkan oleh kondisi tanah di sekitar candi yang tandus dan tidak subur. Sehingga, dengan memuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri diharapkan kondisi tanah tersebut menjadi subur.
Kompleks candi ini ditemukan oleh orang Belanda sekitar tahun 1913, pada saat perluasaan perkebunan tebu untuk mendukung produksi pabrik gula. Ketika itu, kondisi candi masih berupa reruntuhan dan sulit dikenali bentuk aslinya. Baru pada tahun 1970-an proyek pemugaran mulai dilakukan. Proses susun-coba candi mulai dilakukan pada tahun 1978, dan akhirnya berhasil merestorasi bangunan candi pertama pada tahun 1994. Pada tahun-tahun selanjutnya, diadakan pemugaran pada candi kedua, pemugaran pada pagar, serta pemugaran pada talut (bagian tepi kompleks candi yang landai).
Kompleks Candi Barong memiliki tiga teras. Teras pertama adalah halaman terluar candi, dibatasi oleh garis batu yang merupakan area kosong yang dianggap profan. Teras kedua berada di atas teras pertama yang disusun dari tumpukan batu. Di teras kedua ini ditemukan beberapa umpak batu bersegi delapan, yang diperkirakan merupakan fondasi bangunan pendopo yang terbuat dari kayu.
Teras kedua ini dianggap sebagai area semi-profan. Sementara teras ketiga adalah area yang dianggap sakral, di mana terdapat dua candi: candi pertama untuk memuja Dewa Wisnu, sedangkan candi kedua untuk memuja Dewi Sri.
Teras ketiga ini merupakan area tertinggi, di mana untuk memasukinya, pengunjung harus melewati tangga dan sebuah pintu gerbang yang tersusun dari batu andesit. Candi untuk memuja Dewa Wisnu dan Dewi Sri di teras ketiga.
Berdasarkan data arkeologis, dua candi tersebut tidak dibangun pada waktu yang bersamaan, melainkan selang beberapa tahun setelah candi pertama selesai. Hal ini terlihat dari pelebaran talut yang dilakukan pada saat membangun candi yang kedua. Kompleks Candi Barong ini diperkirakan dibangun sekitar abad ke-9 hingga 10 Masehi. Bentuk dan ukuran kedua candi tersebut hampir sama. Candi pertama berukuran 8,20 m x 8,20 m dengan tinggi 9,25 m, sedangkan candi kedua berukuran 8,25 m x 8,25 m dengan tinggi 9,25 m.
Mengunjungi Candi Barong ini, Anda akan menemukan beberapa keunikan yang tidak dapat ditemukan pada candi-candi peninggalan agama Hindu lainnya di Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Keunikan pertama adalah hiasan kala makara berupa kepala singa (barong) yang memiliki rahang bawah. Hiasan kala makara biasanya dipahat di atas pintu atau relung-relung candi sebagai simbol penolak bala.
Hiasan barong di candi-candi lain di Yogyakarta maupun Jawa Tengah biasanya hanya menggambarkan muka singa tanpa rahang bawah, sehingga hiasan di Candi Barong ini nampak cukup istimewa. Mungkin karena cukup istimewa itulah candi ini kemudian dijuluki Candi Barong oleh masyarakat sekitar. Hiasan barong yang sama juga terdapat di beberapa candi di Jawa Timur yang usianya lebih muda (dibuat pada masa Kerajaan Singosari maupun Kerajaan Majapahit). Hiasan barong di relung Candi Barong. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2014/02/ciptakan-udara-bersih-bebas-debu-dan.html
Pada candi ini juga ditemukan beberapa arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Diperkirakan arca-arca tersebut dulunya diletakkan di relung-relung candi (pintu semu), sebab Candi Barong tidak memiliki ruangan. Saat ini arca-arca tersebut disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Kabupaten Sleman.
Hiasan lainnya yang cukup unik adalah relief Ghana dan Sankha bersayap. Ghana adalah hiasan berupa makhluk kerdil yang menopang atau menyangga relung-relung candi. Sementara Sankha bersayap merupakan salah satu simbol Dewa Wisnu.
Keberadaan relief sankha bersayap ini menguatkan asumsi bahwa candi ini merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Wisnu, bukan Dewa Siwa seperti pada kebanyakan candi Hindu lainnya.
Candi ini dinamakan Candi Barong karena memiliki hiasan kala makara berupa kepala singa (barong) yang memiliki rahang bawah.
Hiasan kala makara biasanya dipahat di atas pintu atau relung-relung candi sebagai simbol penolak bala.
Hiasan barong di candi-candi lain di Yogyakarta maupun Jawa Tengah biasanya hanya menggambarkan muka singa tanpa rahang bawah, sehingga hiasan di Candi Barong ini nampak cukup istimewa.
Istimewanya Candi Barong sangat berbeda dari candi hindu lain di tanah jawa. Candi unik di tanah jawa percandian hindu memuja Dewa Syiwa yang bersifat Syiwaistis, perbedaan lain terdapat pada struktur bangunan berundak yang menjadi pusat pemujaan terletak di bagian timur, namun untuk candi pada era kejayaan masa Medang, umumnya candi hindu bangunan utamanya berada di pusat kompleks, yang memiliki karakteriktik hampir sama dengan Barong hanya Candi ijo.
Struktur Bangunan berundak Di Candi Barong di anggap sebagai eskpresi indonesia asli, terdapatnya corak sinkretik juga membuktikan adanya juga pemujaan untuk dewi sri di era dulu di kawasan ini.
Kawasan yang asri untuk berliburan di Candi arong
Menikmati panas siang terik matahari dan menunggu Sunset yang Indah di Candi Barong
Taman - taman yang indah sekitar Candi Barong, nikmati pengalaman wisata yang cantik bersama DREAMGEDE Wisata Jogja WA 081904169982 / SMS 08156504380
Area bermain yang luas untuk anak - anak dan keluarga
SITUS ARCA GUPOLO
Situs Arca Gupolo ini Terletak di Dusun Sambirejo, Kec.Prambanan, Kab.Sleman, Yogyakarta Lokasi arca ini berada di tengah hutan dan ada pada di ketinggian 195 m dekat dengan candi Ijo dan Tebing Breksi.
Peninggalan situs Gupolo pada tanggal 1 September 1981. Menurut laporan dari SPSP di seputar situs Gupolo juga terdapat peninggalan-peninggalan lain yang letaknya demikian terserak. Peninggalan-peninggalan lain itu di antaranya ialah Arca Ganesya yang sudah hilang bagian kepalanya. Arca Ganesya ini terletak di sebelah barat daya dari lokasi situs Gupolo. Tinggi Arca Ganesya adalah 605 sentimeter, lebar 400 sentimeter, tebal 125 sentimeter. INFO Wisata Terpercaya WA 081904169982 / BBM 5513A5A6
Konon nama Gupolo merupakan nama yang diberikan oleh penduduk setempat. Bagi penduduk setempat Gupolo dipersamakan artinya dengan arca yang berpostur tinggi besar dan cenderung gemuk seperti arca-arca yang menghiasi gerbang-gerbang rumah mewah/ istana, yakni sepasang raksasa yang bernama Cingkara Bala dan Bala Upata yang dalam dunia percandian terkenal dengan nama Dwarapala. Cingkara Bala dan Bala Upata bagi masyarakat Jawa sering diberi sebutan satu nama saja, yakni Gupolo.
Hanya saja arca Dwarapala (Cingkara Bala-Bala Upata) merupakan arca raksasa bertaring dengan posisi jongkok, sedangkan arca di situsGupolo jelas-jelas menunjukkan arca dengan posisi berdiri dan tidak menunjukkan ciri-ciri raksasa. Ada dugaan bahwa arca besar di situs Gupolo merupakan perwujudan dari Siwa Mahaguru.
Hanya saja arca Dwarapala (Cingkara Bala-Bala Upata) merupakan arca raksasa bertaring dengan posisi jongkok, sedangkan arca di situsGupolo jelas-jelas menunjukkan arca dengan posisi berdiri dan tidak menunjukkan ciri-ciri raksasa. Ada dugaan bahwa arca besar di situs Gupolo merupakan perwujudan dari Siwa Mahaguru.
- Arca Pertama berukuran (berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh TeMBI): tinggi +/- 300 sentimeter, lebar +/- 155 sentimeter, dan tebal +/- 95 sentimeter.(Arca Hindhu yg sudah aus keadaannya)
- Arca kedua berukuran tinggi +/- 150 sentimeter, lebar +/- 100 sentimeter, dan tebal +/- 7 sentimeter. (Arca Hindhu yg sudah aus keadaannya)
- Arca ketiga berukuran tinggi +/- 100 sentimeter, lebar +/- 75 sentimeter, tebal +/- 70 sentimeter. (Arca tanpa kepala)
Di bagian barat laut ditemukan batuan yang oleh penduduk setempat diberi nama Batu Kotak dan Batu Gong. Batu tersebut berbentuk segi lima tidak beraturan. Di samping itu, ditemukan pula batu-batu lain yang oleh penduduk dinamai Batu Blencong dan 3 buah batu lagi yang dinamai Batu Kandang.
Situs Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat candi Ijo.
Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas.
Arca agstya ini menggunakan senjata trisula sebagai perlambangan dari dewa siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas.
3 buah relief manusia yang masih terlihat jelas di samping muka agastya. di situs ini mempunyai cerita yang merebak di desa ini bahwa guipolo merupakan sebuah patih di krajaan ratu boko. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2013/12/madu-hutan-kalimantan-dan-madu-hutan.html
Patih gupolo mengubur bandung bondowoso di sebuah sumur. karna telah membunuh raja ratu boko, namun karna kesaktiannya di akhirnya bisa meloloskan diri bahkan berkeinginan menyunting loro jongrang. namun dengan peryarataan loro jongrang ialah membuat 1000 candi dalam semalam.
Namun karna manipulasi dari rolo jongrang akhirnya semua niat bandung tersebut tidak bisa tercapai. dan sumur tempat gupolo mencempulungkan bandung bondowoso dipercaya berada di mata air yang ada di situs arca golo yang sekarang di gunakan oleh warga sekitar untuk kebutuhan MCK. Beberapa arca yang lainkebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.
Situs ini pada patok penyangganya memiliki 4 tulisan didalamnya,yaitu menggunkan bahasa belanda, indonesia jadul, jawa kuno hingga terdapat nomer registrasi situs. kemungkinan bangunan ini berada di massa pendudukan belanda.
Arca agstya ini menggunakan senjata trisula sebagai perlambangan dari dewa siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas.
3 buah relief manusia yang masih terlihat jelas di samping muka agastya. di situs ini mempunyai cerita yang merebak di desa ini bahwa guipolo merupakan sebuah patih di krajaan ratu boko. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2013/12/madu-hutan-kalimantan-dan-madu-hutan.html
Patih gupolo mengubur bandung bondowoso di sebuah sumur. karna telah membunuh raja ratu boko, namun karna kesaktiannya di akhirnya bisa meloloskan diri bahkan berkeinginan menyunting loro jongrang. namun dengan peryarataan loro jongrang ialah membuat 1000 candi dalam semalam.
Namun karna manipulasi dari rolo jongrang akhirnya semua niat bandung tersebut tidak bisa tercapai. dan sumur tempat gupolo mencempulungkan bandung bondowoso dipercaya berada di mata air yang ada di situs arca golo yang sekarang di gunakan oleh warga sekitar untuk kebutuhan MCK. Beberapa arca yang lainkebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.
CANDI IJO
CANDI TERTINGGI DI YOGYAKARTA
DREAMGEDE Tour & Travel Mengajak anda Wisata Candi Ijo, Candi Ijo ini merupakan salah satu candi yang bercorak Hindu di Jogja dan juga merupakan Candi tertinggi di Jogja. Terletak di Dukuh Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Sleman. Candi Ijo berada dilereng barat perbukitan Batur Agung. Berada di ketinggian rata-rata 425 meter di atas permukaan laut. Berjarak 4 kilometer dari arah tenggara Candi Ratu Boko atau 18 kilometer di sebelah timur kota Jogja.
Diperkirakan Candi Ijo ini dibangun pada abad ke-10 sampai dengan abad ke-11 Masehi saat zaman Kerajaan Medang periode Mataram. Dinamakan Candi Ijo karena merupakan letaknya yang berada di atas bukit yang disebut Gumuk Ijo. Penyebutan nama Ijo sendiri pertama kalinya disebut dalam Prasasti Poh yang berasal dari tahun 906 Masehi, ditulis dalam Prasasti tersebut tentang seorang hadirin upacara yang berasal dari Desa Wuang Hijau.
Komplek Candi Ijo ini terdiri dari 17 struktur bangunan yang terbagi dalam 11 teras berundak. Pintu masuk yang termasuk teras pertama merupakan teras berundak yang membujur di barat ke timur dan pada teras ke 11 berupa pagar keliling, 8 buah lingga patok, 4 bangunan Candi yaitu Candi Utama dan 3 Candi Perwara.
Di komplek Candi Ijo ini hanya ada 1 yang berdiri kokoh, yang lainya telah hancur dimakan usia. Jika anda masuk ke dalam akan terlihat 3 buah Candi Perwara yang berukuran sama dalam posisi sebaris, dan di dalam anda akan menemukan Lingga Yoni berukuran besar. Sepertinya Candi Ijo ini merupakan tempat pemujaan para pengikut Hindu Siwa di masa lampau. baca juga : http://dreamgedejogja.blogspot.co.id/2013/11/maen-ke-jogja-aja-lebih-kerennya-di.html
Dengan menghadap ke arah barat, panorama indah berupa perpetakan persawahan serta bentang alamnya seperti Pantai Parangtritis dan Bandara Adi Sucipto. Selain untuk mempelajari Candi, Wisata Candi Ijo ini banyak dimanfaatkan oleh para wisatawan untuk menanti menikmati matahari tenggelam atau Sunrise. Karna tidak bisa dipungkiri disini keindahan Sunset begitu menakjubkan ditambah dengan udara yang masih teramat sejuk.
Candi Ijo adalah satu - satunya candi tertinggi di Jogjakarta. Candi ini adalah alasan kenapa bandara adi sucipto tidak diperpanjang ke timur. Candi ijo berada pada sebuah bukit bernama Gumuk Ijo yang memiliki ketinggian sekitar 410 mdpl. Dengan ketinggian ini kita dimanjakan dengan pemandangan di sekitar candi ijo yang mempertontonkan panorama menawan dari ketinggian.
sunset di Candi Ijo
Dan tentu saja masih banyak Candi di Jogja yang perlu diulas dan dikunjungi karena mempunyai daya tarik juga keindahan masing-masing. Jangan sampai lupa untuk sekedar mengunjungi peninggalan di masa lampau yang berada di Jogja karena anda akan menemukan sesuatu yang berbeda di setiap wisata-wisatanya. Bersama DREAMGEDE WIsata Jogja mengajak anda untuk berwisata seperti Ziarah Candi untuk agama Hindu dan Budha, bernostalgia untuk berwisata budaya di Yogyakarta.
WA 0819 0416 9982
SMS 08156 504 380
BBM 5513A5A6
0 komentar:
Posting Komentar